Here it is..
ME, MY STUDENTS AND THAT DAMN UNCATEGORIZED MUSIC
Saya bukan penyuka musik, walaupun nggak anti juga sih.. Belakangan, saya mulai ilfil dengan beberapa lagu yang menurut saya mengandung muatan nggak mendidik. Bukan apa-apa, hanya mengingat posisi saya sebagai guru BK yang wajib concern dengan budi pekerti anak didik *jiaah... Didaerah tempat saya mengajar, musik beginian jadi mainstream. Didendangkan anak-anak dengan senangnya. Padahal liriknya, na’udzubillah..
Awalnya hanya sering dengar saat belanja di pasar.Qodarulloh.. (kata ustadz.., ehm.. daripada bilang “kebetulan” mendingan“qodarulloh” karena segala sesuatu tidak ada yang kebetulan, mesti sudah dirancang oleh Alloh SWT) lapak penjual buah langganan saya bersebelahan dengan lapak penjual VCD yang tiada henti memutar sampel VCDnya untuk menarik perhatian pembeli. Keras-keras pula. Karena urusan pilih memilih buah sering agak lama,jadilah saya “penikmat” dadakan musik beginian. Biasanya lagu yang diputar adalah lagu yang sedang digandrungi masyarakat. Kebanyakan berbahasa jawa.Setelah dulu ada lagu “cucak rowo” yang.. u know.. menggambarkan sesuatu yang sangat aurat, kini ada lagu sejenis yang lebih vulgar. Belakangan baru tau judulnya “ngidam penthol”.. hiks! Temanya tentang seorang istri yang lagi horny.. (wah, jadi ikutan vulgar juga dong.. tapi barangkali ada teman yang dari luar jawa dan gak ngerti lagu itu). Walaupun disampaikan dengan perumpamaan, siapapun yang bisa berbahasa jawa pasti tau maksud sebenarnya.Termasuk anak-anak. Apalagi di akhir lagu diselipi dialog istri yang kebelet masuk kamar. Pantas didengar anak-anak? Jangan ditanya!
Belum sembuh rasa ilfil dengan lagu itu, ketika kegiatan study tour saya dikagetkan bahwa ternyata, lagu semacam itu sangat disukai anak-anak didik saya.
Sebut saja NA, anak didik saya ini sehari-hari pakai kerudung saat berseragam sekolah. Waktu study tour, hlaaah.. kok kerudungnya dilepas?! Di tangannya sebuah hape made in china tergenggam sepenuh cinta. Bukan hapenya yang menarik perhatian saya, tapi musik yang disetel NAkeras-keras itu. Lagu ngidam penthol! Dan NA, beserta teman-temannya, terlihat sangat menikmati lagu itu. Buktinya waktu lagu itu selesai, seorang temannya meminta diulang.. seorang lagi meminta dikirimi lewat blutut..
Tak hanya lagu ngidam penthol, lagu yang dipopulerkan lewat goyang cesar juga sangat digandrungi. Bisa dibayangkan lagu yang judulnya saja “bukak sithik joss..” kira-kira isinya apa? Masih banyaklagu lain yang menurut saya uncategorized dan muatannya nggak mendidik. Sayasebut uncategorized, karena mau dibilang dangdut.. kayaknya bukan.., itu kalau dangdut adalah sebutan untuk musiknya Rhoma Irama, Elvi Sukaesih, Iis Dahlia,dkk. Disebut campur sari… bukan kali ya..? Kalau pakai kriteria lagu Sunyahni, Didi Kempot, dkk. Disebut pop, bukan juga. Rock apalagi. Belakangan (lagi) barutau namanya musik “dangdut koplo”
Daaann.. musik dangdut koplo sukses menjadi soundtrack study tour kami waktu itu. Anak-anak yang bawa hape, memutar lagu-lagu beginian semua. Mending kalau gantian, mereka nyetelnya bareng-bareng.. lagunya beda-beda pula, dan nggak pakai headset. Saya hanya geleng-geleng takjub. Mau melarang, lagi menghindari sikap otoriter. Mau menyampaikan bahaya mendengar lagu-lagu nggak mendidik, bagi mereka bisa ditafsirkan = melarang. Akhirnya, saya hanya mengingatkan “mbak, mas.. hapenya dihemat dong batrenya. Nanti ga ada tempat buat ngecas lhoo.. sekarang kita tidur dulu, biar besok fresh..!” Hmm.., tak lama musik-musik itupun mereda.Beberapa anak mengeluh lowbat, membuat yang lain menyadari batre memang harus dihemat. Syukurlah.. Saya pun mencatat di logbook ( jiaaah.. logbook cyn..kaya’ koas ajah..!), next time hal ini harus dibahas. Menurut saya, memilih musik itu termasuk content pendidikan bermedia yang walaupun belum ada di kurikulum sekolah ndeso tempat saya mengajar, tetap harus disisipkan.
Back to topic.. lagu ngidam penthol yang saya ceritakan tadi, sebenarnya bukan lagu pertama yang bikin ilfil. Dulu pernah adalagu “hamil duluan” yang sukses menyatroni kuping saya. Ceritanya seorang yang pacaran kebablasan trus hamil tiga bulan. Yang menarik, reffnya diulang-ulangsecara tidak wajar (menurut saya.., belum sempat ngitung sih, diulang berapakali). “ku hamil duluan sudah tiga bulan, gara gara pacarannya kebablasan..ooh, aku hamil duluan, sudah tiga bulan” dalam satu lagu diulang-ulaaang terus.Pada beberapa lagu yang saya bilang uncategorized tadi, reffnya juga diulangsecara tidak wajar. Ini yang bikin saya curiga, bahwaa…: walaupun sepintas lagu beginian terdengar kurang intelek, tapi ini sebenarnya merupakan bagian dari pengrusakan terprogram oleh pihak yang sangat intelek, pintar dan punya modal.Tentunya lebih pintar dari guru BK sekolah ndeso macam saya. Sasarannya.. tentu generasi muda, kalau bisa yang usianya masih sangat belia, termasuk anak-anak didik saya. As we know, pengulangan merupakan salah satu metode hypnosis paling sederhana tapi ampuh. Pengulangan lirik bermuatan tidak mendidik pada lagu yang notabene dikonsumsi sebagai hiburan, bisa sangat mengena karena biasanya gelombang otak pada saat menikmati hiburan adalah gelombang alpha.. which is..sangat sesuai untuk menanamkan content tertentu ke otak. Eh.. cemiiiw lhoo..saya hanya guru BK sekolah ndeso yang butuh banyak masukan…, ngga sempat googling pula.
Sedikit kebayang bagaimana anak-anak bisa sangat terpengaruh. Saya saja sebagai orang dewasa sering terngiang-ngiang kalau habisdengar lagu-lagu itu. Hati saya ilfil, tapi di otak saya nancep juga. Berarti penerimaan di hati dan otak bisa juga nggak sinkron ya? Makanya “sang aktor intelektual” giat banget memperdengarkan lagu-lagu ini. Walaupun sebel, kalau diulang-ulang nancep juga di otak. Miris deh kalau mengamati pesan moral yangterbalut di lagu beginian. Misalnya, tengoklah lagu-lagu ini..
“hey.. kenapa kamu kalo lihat aku sukanya bilang..bukak sithik joss.. apa karena pake rok mini jadi alasan.. sukanya abang ini lihat-lihat bodiku yang seksi..”
pesan moralnya: it’s okay to wear rok mini and baju seksi, kalo si abang lihat.. salah si abang dong..!
“penginku smsan.. wedi karo bojomu.. pengin kuketemuan.. wedi karo bojomu..”
pesan moralnya: it’s okay to be a selingkuhan (penyanyi = orang pertama, ceritanya selingkuh dengan suami orang. Masih mending yang nyanyi istri yang ditinggal selingkuh, at least selingkuh masih dianggap hal yang tidak disetujui bersama)
“cinta satu malam oh indahnya.. cinta satu malam membuat ku melayang.. walau satu malam akan slalu kukenang selama-lamanya..”
pesan moralnya: it’s okay to have one night love.Cinta apa coba malam-malam? Cinta di tempat dugem? Cintanya sebangsa kelelawar‘kali..?
Udah ah.. entar malah dikira kolektor lagu-lagu beginian. Repot kalau pada ngantri mau pinjem. Lho..?!
Menengok pesan moral yang terbalut dalam lagu-lagu itu, saya merasa pantas resah. Karena, mana mungkin mengontrol musik yang diperdengarkan secara massif, agar tidak terdengar oleh anak-anak? Biasanya malah anak-anak yang paling duluan hafal liriknya dengan sempurna. Jika Anda orang dewasa, bisa mengontrol pesan moral yang masuk ke telinga Anda, the choice is yours. Tapi bagi anak-anak..? Oh my..
Sekali lagi, saya melihat dari sudut pandang pendidikan. Masygul nian rasanya, susah payah mendidik di sekolah, tapi.. diluar sekolah berkeliaran pesan moral macam ini, yang pasti lebih dahsyat efeknya daripada hasil pendidikan di sekolah. Mau mengandalkan orang tua dirumah? Malangnya, di tempat saya mengajar, para orang tua masih beranggapan bahwa anak-anak akan tumbuh secara alamiah, tanpa butuh dukungan stimulus yang memadai dan kontrol terhadap variabel pengacau. Yah.. maklum di desa,kebanyakan bahkan tidak lulus SD.., mana paham parenting.. Mereka bahkan turut berperan memperdengarkan lagu beginian.
Hiks..!


4 komentar