Dapat info lomba ini dari Mba Siti. Bukunya pun dicarikan karena saya lagi sakit-sakitan waktu itu. Bikinnya mepet dan asli berdarah-darah karena saya memang lagi pendarahan karena Adenomyosis. Waktu dapat kabar juara III, rasanya lebih seneng dari normalnya. Soalnya disambi juga bikin persiapan supervisi pengawas esok harinya. Yang terjadi esok harinya, pagi-pagi sekali saya ke sekolah setor administrasi untuk supervisi, terus kabur ke rumah sakit, mampir ke Perpusda setor resensi. Hari yang dramatis, menurut saya. Tapi dari situ saya bikin quote, "menulislah karena itu menyembuhkan dan membahagiakan" Buktinya waktu lagi kejar detlen itu nggak kerasa sakitnya, waktu dapat hadiah juga bahagia luar biasa. Haha..
![]() |
| Piala dan piagamnya :p |
Alhamdulillaaah... ^_^
Eh, ngoceh mulu, kapan resensinya..?!
*********
Resensi Novel 9 Summers 10 Autumns
"Menggapai Dunia Berbekal Cinta Keluarga"
Judul Buku : 9 Summers 10 Autumns -Dari Kota Apel ke The Big Apple-
Jenis Buku : Novel Otobiografi
Penulis : Iwan Setyawan
Penerbit : Gramedia
Cetakan : Ketigabelas, Mei 2013
Tebal Buku : 221 halaman
Dengan ilustrasi sampul yang menyandingkan dua buah apel berlatar pemandangan kota Malang dan New York, buku ini terlihat segar. Terlebih dengan komentar Andy F. Noya yang tertera di bagian bawah sampul, “segar dan inspiratif,” rasanya cukup menggambarkan bagaimana cerita dalam novel ini akan menyuguhkan sesuatu yang baru, sekaligus menginspirasi pembacanya.
Iwan Setyawan, penulis novel berjenis otobiografi ini, adalah salah satu potret anak negeri yang berhasil menembus segala keterbatasan untuk mencapai impian yang tinggi, bahkan tidak terbayangkan sebelumnya. Terlahir dalam keluarga sederhana yang penuh kehangatan, Iwan kecil hanya ingin merasakan punya kamar sendiri. Ia tak pernah membayangkan akan bekerja di New York, salah satu kota paling kosmopolitan di dunia, sebagai seorang direktur.
Novel yang menggunakan alur campuran ini diawali dengan kejadian Iwan yang nyaris terbunuh dalam sebuah aksi perampokan di kota New York. Cerita kemudian bergulir saat Iwan bertemu dengan sosok anak kecil berseragam merah putih yang tidak lain adalah representasi masa kecilnya sendiri. Kehadiran sosok bocah ini memudahkan Iwan memutar ulang masa lalunya dengan gaya tutur yang tidak membosankan.
Iwan melukiskan sosok-sosok yang berarti dalam hidupnya dengan begitu apik. Sosok ibu digambarkan dengan kata-kata “Ibuku, hatinya putih. Ia adalah puisi hidupku. Begitu indah. Ia adalah setiap tetesan airmataku” (halaman 35). Mbak Isa, sang pembuka jalan yang telah menginspirasi adik-adiknya untuk semangat belajar. Bapak, Mak Gini dan Pak Mun, Inan, Rini dan Mira adalah keluarga yang sangat dicintainya. Pada bagian selanjutnya, tergambarkan pula sosok Lek Tukeri yang menyelamatkan kuliah Iwan dengan pinjaman dana yang tidak sedikit. Sosok Yanti Nisro, Director Data Processing di kantor Nielsen, tempat Iwan memulai kerja profesionalnya, dan Nurati Sinaga, yang telah membawa Iwan bekerja di kota New York juga digambarkan dengan penuh rasa terima kasih. Hal ini mengisyaratkan kepada pembaca untuk selalu menghargai jasa orang-orang terdekat.
Di tengah kondisi generasi muda yang kering nilai, novel ini hadir dengan sentuhan motivasi yang kuat. Motivasi intrinsik yang tumbuh justru dari keadaan serba kekurangan, dimana pada awalnya Iwan kecil hanya ingin setara dengan teman-temannya yang dilahirkan dalam keluarga yang lebih mapan. Tidak ada satupun mainan yang diingatnya dari masa kecil. Hanya buku-buku pelajaran yang menjadi teman bermainnya. Dengan kondisi serba kekurangan, terselip pesan untuk menghargai apapun yang dimiliki “impian haruslah menyala dengan apa yang kita miliki, meskipun yang kita miliki itu tidak sempurna, meskipun itu retak-retak” (halaman 21).
Dalam nuansa motivasi yang kuat, terdapat hal-hal penting yang mengantarkan kesuksesan Iwan. Pertama, kehangatan keluarga. Kutipan tulisan Dostoevsky yang tertera di awal buku membantu Iwan mengungkapkan betapa berartinya keluarga bagi kesuksesannya. Tidak ada yang lebih tinggi, lebih kuat, lebih berguna dalam hidup, daripada kenangan masa kecil, yang boleh jadi merupakan pendidikan terbaik sepanjang hidup, tulis Dostoevsky.
Kedua, pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan adalah jalan seseorang mengubah nasib. Bagi Iwan dan keluarganya, pendidikan merupakan pembuka jalan kesuksesan yang tidak bisa ditawar lagi mengingat kondisi serba terbatas yang mereka alami. Karena itulah Bapak berani menjual angkot yang merupakan tumpuan nafkah keluarga demi menyekolahkan Iwan di jurusan statistika IPB. Sebuah pengorbanan yang tidak sia-sia.
Ketiga, kerja keras. Iwan yang kecil dan canggung merasa harus membuktikan kemampuannya dengan kerja keras. Karenanya, ia sempat menjadi Employee of the month di kantor Nielsen, tidak kalah dengan teman kerjanya yang lulusan luar negeri. Kerja keras ini pula yang mengantar Iwan menjadi Director of internal client management di Nielsen New York. Ketiga resep kesuksesan Iwan ini dapat diduplikasi oleh siapa saja sehingga sangat menginspirasi pembacanya.
Meski tidak terlalu mengganggu, buku ini memiliki sisi kekuatan yang juga dapat menjadi kelemahan. Yang pertama, kehadiran sosok khayalan berupa bocah SD berseragam merah putih. Selain memudahkan Iwan menggulirkan cerita dengan apik, bagi yang kurang memahami interpretasi simbolik mungkin akan kesulitan memaknai siapakah bocah itu sebenarnya. Kemunculan dan dialognya juga sering tak masuk akal. Kedua, terlalu banyaknya kata-kata berbahasa Inggris yang tidak disertai terjemahan, di satu sisi dapat mengesankan buku ini lebih berkelas, tetapi juga dapat memunculkan kebingungan bagi kalangan yang kemampuan bahasa Inggrisnya terbatas.
Meski demikian, novel ini sangat layak dibaca oleh semua kalangan karena nuansa motivasinya yang begitu kental dapat membuka mata hati tentang keterbatasan, kegigihan, dan kesederhanaan dalam hidup. Novel ini juga menggugah semangat generasi muda untuk meraih impian, setinggi apapun itu. Seperti yang sering dikatakan Iwan, “aku tak bisa memilih masa kecilku. Tetapi masa depanku, akulah sendiri yang akan melukiskannya”




0 komentar