Ini artikel pertama saya, yang bikin saya semangat nulis.
Alhamdulillaah.. Selain jadi yang pertama, artikel ini juga "gue banget"
karena sesuai dengan bidang kerja saya sehari-hari. Saya simpan di sini
sebelum hilang lagi. Hiks..
Revitalisasi BK di Sekolah
Seiring dengan perubahan zaman yang semakin dinamis, unsur soft skill menjadi suatu keniscayaan yang harus diinternalisasikan ke dalam karakter individu. Tidak ada yang memungkiri bahwa SDM yang cakap dalam hard skill tak akan berhasil tanpa soft skill yang memadai.
Bayangkan saja, seseorang yang sangat menguasai suatu keterampilan tertentu, tetapi tidak punya motivasi, kemampuan berkomunikasi, ataupun strategi mengelola stres, bagaimanakah jadinya? Pentingnya penanaman
soft skill dalam pendidikan merupakan salah satu landasan historis munculnya Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah.
Tuntutan dan tantangan global menyebabkan peranan BK di sekolah menjadi semakin penting. Problematika pelajar yang semakin berat dan beragam serta tuntutan kompetensi lulusan yang semakin tinggi membuat guru BK dituntut untuk lebih profesional dalam menjalankan perannya. Sayangnya, paradigma yang keliru masih sering menghambat atau bahkan membelokkan fungsi dan peran BK di sekolah.
Kultur Sekolah
Setiap sekolah mempunyai kultur yang berbeda dalam memosisikan guru BK. Namun paradigma umum yang masih melekat hingga saat ini adalah guru BK sebagai ''polisi'' sekolah yang harus selalu berkutat dengan siswa bermasalah.
Setiap permasalahan siswa dari yang ringan sampai berat menjadi tanggung jawabnya. Walaupun demikian, sifatnya yang nonjam juga membuat guru BK dianggap sebagai guru yang santai, bahkan setengah menganggur. Paradigma semacam itu tentu sangat memprihatinkan mengingat tantangan yang harus dihadapi dunia pendidikan, khususnya guru BK pada era global ini.
Sekali lagi, pentingnya menanamkan soft skill menuntut pemahaman komprehensif terhadap unsur psikologi siswa. Guru BK yang secara akademis telah dibekali dengan kompetensi psikologi jelas menempati posisi strategis dalam memenuhi tuntutan tersebut. Untuk itu, perlu revitalisasi BK di sekolah agar dapat menjalankan fungsi dan peran yang tepat dalam menjawab tantangan dunia pendidikan kontemporer.
Penyebab dan Upaya
Kekeliruan paradigma terhadap guru BK di sekolah disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu minimnya pemahaman unsur sekolah tentang fungsi dan peran BK, serta kinerja guru BK sendiri yang kurang profesional. Kedua faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Sebagai contoh, minimnya pemahaman terhadap BK menyebabkan kekeliruan tuntutan dari guru lain saat menghadapi siswa bermasalah.
Guru lain berharap siswa yang bermasalah akan dimarahi dan dihukum hingga kapok saat dihadapkan pada guru BK, sedangkan guru BK punya strategi tersendiri, yaitu konseling dan kunjungan rumah. Sebaliknya, minimnya profesionalisme guru BK juga seringkali menjadi bumerang bagi tercapainya fungsi dan peran yang tepat.
Misalnya, guru BK yang kurang menguasai keterampilan konseling sehingga konseling menjadi tidak efektif dan permasalahan siswa tidak dapat tertuntaskan, atau guru BK mengikuti kultur yang ada, yaitu dengan memarahi dan menghukum siswa yang berkasus. Untuk itu diperlukan beberapa upaya dalam revitalisasi BK di sekolah. Pertama, perlu dilakukan sosialisasi terhadap seluruh unsur sekolah tentang fungsi dan peran BK yang tepat. Bila selama ini bagan dan pajangan tentang BK hanya menghiasi ruang BK saja, maka perlu
disebarluaskan di seluruh sekolah dengan slogan yang lebih menarik dan komunikatif, misalnya ''Konselor di sekolah mantap, di luar sekolah sigap, dan di mana saja siap.''
Kedua, peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru BK. Kompetensi dalam hal ini meliputi landasan keilmuan dan aplikasinya. Guru BK harus terus menerus menambah wawasan seiring dengan problematika siswa yang semakin berat dan beragam. Profesionalisme yang tinggi juga harus ditampakkan dalam sikap dan perilaku, misalnya giat menempuh berbagai metode untuk menuntaskan permasalahan siswa, selalu menunjukkan sikap penuh empati dan peduli pada siswa, giat melakukan riset, dan memiliki kelengkapan administrasi. Paradigma bahwa guru BK adalah ''polisi'' sekolah tidak dapat serta merta
hilang dari kultur sekolah.
Penanganan terhadap siswa bermasalah memang menyedot porsi terbesar dalam diagram kerja guru BK pada umumnya, namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana penanganan tersebut dilakukan. Guru BK
profesional menyadari bahwa penanganan yang dilakukan terhadap siswa tidak boleh menyalahi koridor dan kode etik yang berlaku.
Berbagai metode pun harus dilakukan untuk dapat menuntaskan permasalahan siswa. Pergeseran paradigma ke arah yang lebih positif juga dapat diupayakan dengan menitikberatkan penanganan siswa pada strategi preventif, sehingga guru BK tidak melulu berurusan dengan siswa bermasalah tetapi dapat mencegah timbulnya permasalahan. Profesionalisme guru BK yang tinggi sangat penting dalam revitalisasi bimbingan dan konseling di sekolah. (24)
--Asruriyati, guru BK di SMP Negeri 3 Wanayasa, Banjarnegara.
![]() |
| Penampakan artikel di rubrik Suara Guru, Harian Suara Merdeka tanggal 7 September 2013 |



2 komentar