Senin, 26 Januari 2015

OUT OF CONNECTION

Untuk soal facebook dan internetan (termasuk blogging), seperti banyak hal lainnya, saya termasuk yang angin-anginan. Moody tapi keterlaluan. Timelime Facebook saya sepiii... Hanya mengandalkan teman-teman yang berbaik hati mengetag saya di postingan mereka. Terima kasih Mbak-mbak Raidah Athirah, Fathimatuz Zahra, Rif'ati Djunet sudah berpartisipasi mengisi timeline saya :)

Saya sendiri jarang update status. Bikin status pendek nggak tau mesti ngomong apa. Garing. Bikin status panjang lebih nyaman, tapi waktunya nggak mesti ada, mood juga datang dan pergi sesukanya.
Tapi yang lebih memilukan, seperti halnya mood, ada sesuatu yang datang dan pergi dengan semena-mena. Yaitu koneksi internet, teman-teman..

Saya tinggal di pegunungan. Kira-kira 10 menit perjalanan pakai motor dari lokasi longsor Jemblung kemarin. To be honest, desa saya lebih pelosok dari Jemblung, karena tidak mendapat akses jalan antar kecamatan, apalagi antar kabupaten seperti Jemblung. Bisa dibayangkan? Koneksi internet masih barang mewah bagi saya. Juga perangkatnya.

Dulu, ..... Pakai modem GSM dan kartu paket internet. Hanya ada 1 operator yang sinyalnya memadai untuk akses data. Serasa mimpi bisa internetan pake kompie di rumah, biasanya pake hp doang, itupun disetting untuk loading data minimalis, biar irit. Hiks.. Internetan pake modem 50 rebu dapat 2 GB. Anti download pokoknya. Cuma browsing ringan dan fesbukan, itupun mesti unfollow orang-orang yang sering upload foto narsis ngga penting (kebanyakan murid, abegeh gitu, fotonya ngga penting banget, eman-eman paket data buat loadingnya). Kalau mau download agak gede mesti mengaktifkan paket midnight. Internetan sambil menggigil. Suhu tengah malam hingga dini hari, sekitar 16 derajat dengan dinding rumah bolong-bolong kebayang kah? Kalau nggak penting banget ogah lah.

Masa bulan madu dengan internet tidak berlangsung lama. Karena terus menerus merogoh kocek untuk beli paket data setheplik, sementara harus berdamai dengan rasa jengkel karena sering dirugikan oleh sistem tarif, itu rasanya memilukan banget (halah). Ditambah, modem yang terpaksa ditaruh di luar rumah biar sinyalnya cukup (kayak antena TV gitu) sukses raib diambil orang. Huuhuuhuu... Waktu itu situasinya dramatis banget. Hujan gede, petir menggelegar, keluar buat ngecek modem, eh si modem udah ngga ada.. Sediiih.. *mellow music please..

Hidup tanpa internet. Tak apa. Aku baik-baik saja.. *sambil madep tembok, diam-diam ngeluarin tissu..
Setelah cukup tabungan buat beli modem, suami mulai bereksperimen bikin antena biar modemnya ngga usah ditaruh di luar. Ada yang namanya antena yagi, trus antena omni, trus apa lagi, nggak hafal saya. Bikin sendiri pake pipa pralon dan elemen bekas. Sukses. Sinyal penuh. Modem sekarang aman di dalam rumah.
Lalu datang masa gonta ganti kartu internet. Capek, sungguh. Kembali ke operator awal yang tarifnya sering menjebak gitu. Mesti berdamai lagi dengan perasaan sering dirugikan. Saya jadi akrab dengan suara mbak customer service karena seringnya komplen.

Berpikir sedikit visioner (preett..) suami mulai coba-coba bikin repeater untuk koneksi speedy. Bagaimanapun, internet dibutuhkan banget di sini. Mbak-mbak sepupu yang guru-guru MI sering butuh untuk keperluan yang berkaitan dengan internet. Kami sering dimintai tolong untuk itu. Dengan slogan BERANTAS BUNET, suami dengan gigihnya bikin koneksi untuk rumah kami dan sekolah sekitar. Medan yang ekstrim bukan halangan (ciee...). Sampai akhirnya, ada wifi di rumah saya. Di pegunungan, rumah boleh reot, atap boleh bocor, tapi free wifi ada lho.. Huahahaa.. Ups.. :p

Lalu, saya dan suami bisa internetan bareng. Suami pake kompie, saya pakai laptop. Sampai di sini, internetan malah jadi wagu. Saya tergumun-gumun, bisa liat youtube tanpa takut paket data habis. Padahal kalau lihat youtube, susah untuk tidak ngeklik video yang ditawarkan di sebelahnya. Efisiensi kerja jadi berkurang drastis. Koneksi berlimpah, manfaat berkurang. Ternyata sesuatu yang terbatas, susah didapat, bisa lebih berharga dan bermanfaat. Noted.

Episodenya ganti lagi. Si kompie yang sudah mbah-mbah itu ngadat. Sering mati sendiri. Kinerjanya lambaaat banget. Buka tab baru, nunggunya sampai ngantuk, apalagi untuk kerja yang lain. Maklum, itu memang rongsokan yang dirakit sama suami. Untuk ganti CPU, kami belum mampu. Jadi, buat apa koneksi internet kalau komputernya nggak ada. Si wifi pun akhirnya dijual ke orang.. *mellow music again please..
Lalu, saya beli hape android. Itupun gara-gara urusan dinas yang seringnya koordinasi lewat grup watsap & BBM. Saya berubah pakem, dari hape jadul ke gadget android nan populer itu. Koneksi membaik. Banyak ketemu teman-teman lama di watsap. Bisa menemukan grup-grup yang bermanfaat juga. Seneng. Tapi musti akrab lagi dengan tarif data semena-mena para operator seluler. Dan jangan harap bisa akses data di rumah, karena nggak ada sinyal bo’.. Ada cuma kadang-kadang. Menyebalkan banget kadang, mau balas pesan sampai kelamaan. Dikira abai dan kurang responsif, padahal asli nggak ada sinyal. Ditag teman di postingan, mau komen atau setidaknya like, sinyal malah kabur. Tak apa. I moved on. Haha..


Desember 2014, datanglah episode sendu. Hujan terus-menerus selama 3 hari. Banjarnegara dilanda musibah. Longsor Jemblung jadi berita nasional. Malam itu saya upload foto dapet dari teman. Nggak taunya beritanya hoax. Langsung saya hapus statusnya. Hiks, malu banget.. Berniat meralat dan memberi info yang lebih valid, nggak ada koneksi. Sinyal data hape mendlap mendlep. Kompie masih rusak. Aaaarghh...
Saya juga belum sempat membalas beberapa pesan di inbox. Messenger di hape ikut-ikutan eror. Minta diupdate atau apa gitu. Maafkan saya Mbak Savitry 'Icha' Khairunnisa, Desiyana Susanti, Ibu Munjayanah Trihadi. Alhamdulillah saya baik-baik saja, tak kurang suatu apa..

Pada masa tanggap darurat, suasana benar-benar sendu. Melihat lalu lalang mobil luar kota, berlomba-lomba mengantar bantuan, posko-posko bertebaran, rasanya nyess... Begitu banyak orang peduli. Kebawa suasana sendu. Nggak mood internetan.
Hingga suatu sore ada sms dari kepala sekolah. Ada permintaan data dari dinas. Harus dikirim via email hari itu juga, atau ditunggu sampai besok pagi jam 6, karena untuk bahan rapat di Setda. Katanya.
Padahal waktu itu hari Minggu.

Saya jelaskan, saya sedang tidak punya koneksi internet. Kabel telkom kabarnya putus kena longsor Jemblung. Antena modem sudah dipensiunkan. Then, how can? Jawab kepala sekolah, “saya paham, tapi mungkin sudah waktunya dikirimkan ya?” Oh, baiklah.. No compromise..
Kompie yang mbah-mbah itu dibangunkan. Berusaha konek. Bisa. Alhamdulillah.. Satu email terkirim. Habis itu, pet.. Mati lagi. Hiks.. Belum sempat balas pesan. Tapi tak apa. Terima kasih kompie.. Kau benar-benar mengabdi sampai titik darah penghabisan (haiisy..).

Sebulan berlalu, sekarang sudah lebih baik. Kompie udah diganti apa dan apanya gitu. Kalau nggak salah motherboard, dan beberapa komponen lain. Lebih hemat daripada total ganti CPU. Kabel telkom sudah diperbaiki. Untuk koneksi internet, suami pasang router bekas. Udah kluwuk dan jadul. But, it works well. Saya bisa internetan lagi, teman-teman. Horeee... *heboh sendiri.

Haha.. Segitunya ya untuk bisa internetan. Alhamdulillah, tanpa internet pun hidup saya nyaman-nyaman saja. Bagi teman-teman yang kemarin sempat jadi relawan pasti jadi tau bagaimana ekstrimnya topografi daerah pegunungan utara Banjarnegara. Banyak yang terheran-heran, kok bisa ya ada orang bikin pemukiman disini? Indah tapi menyimpan bahaya. Infrastruktur juga masih jauh dari memadai. But life must go on..
Baiklah, untuk comeback edition 2015 cukup sekian dulu. Miss you all, friends..

Load disqus comments

0 komentar